Sabtu, 12 November 2016

Gonde Saat Hujan

Hi..!! 

Mau nanya nih.., kalau lagi hujan enaknya ngapain ya? Ngopi? Tidur? Nonton? Atau mungkin mandi hujan..? So pasti.. jawabannya teman-teman akan beda-beda. Kalaupun jawabannya banyak yang sama itu pasti karena yang jawab ga sempat mikir alias lagi buru-buru mikir. Hehehe.

Kalau saya sih.. hm.. apa ya?? Pokoknya banyaklah. Hahaha. Salah satunya berteduh bareng pacar. Ini angan-angan sejak jaman sekolah sih. Mengapa berteduh bareng pacara? Ya..biar bisa saling mengenal lebih jauh tentunya. Bayangkan sambil ngobrol kita juga sambil harap-harap cemas, siapa tahu jalur arah pulang kena banjir padahal sudah wajib hukumnya, cowok nggak boleh pulang sebelum melihat pacaranya masuk ke rumah. Ahahaha. Sensasinya spesial banget tuh. Keaslian tanpa kepura-puraan pun jadi semakin terlihat. Campur baur sih.. tapi ya seru juga pastinya. Tak mengapa, setiap orang kan perlu diuji. Diuji oleh hujan juga penting. Setuju??

November telah tiba di Jakarta. Setiap tahun bulan ini masuk dan membawa serta musim hujan ke dalam wilayah kota Jakarta. Aku sekarang sudah pindah di Jakarta. Sebagai pendatang, aku salute banget untuk pemda DKI Jakarta yang sekarang. Struktur pemerintahnya sudah signifikan lebih sigap apalagi untuk isu banjir. Saat hujan dan air kiriman datang menerpa dari segala sudut, Jakarta tidak lumpuh! Jakarta yang keras sekarang sudah jadi lebih tangguh. Banjir datang kita masih bisa lewat. Genangan banjir sudah sangat jauh berkurang. Tingginya banjir juga sudah tidak setinggi dan seawet dulu. Hehehe..nyenggol sedikit soal ranah hayat hidup orang banyak..nggak apa-apa ya. 

Anyway, ini ada sedikit cerita pendek tentang sahabatku. Gonde, pria yang konon di dalamnya kepalanya hidup seekor kucing. 

Sore tadi menjelang azan magrib, dia menulis sesuatu. Katanya sih menulis lagu. Sepertinya ini sudah yang ke-puluhan kali. Aku sih senang mendengar dia berkarya. Hanya saja dia tidak pernah mengirimkan CD albumnya kepadaku. Ya.. wajar dong aku tidak yakin apa benar dia berkarya.  People say, no picture hoax. Kutambahkan, No CD, we see. Dia minta aku datang.

Sore itu, para penghuni kos lagi sepi. Tidak ada orang lalu lalang. Tidak ada suara pintu berdebam sembrono atau suara bising signifikan apapun. Hanya terdengar suara rintik hujan yang terus bertahan dan merayap masuk melewati dinding tripleks kamarnya. Lagu ini ia dedikasikan untuk seseorang. Kutanya mengapa, katanya itu karena dia tidak ingin mendua hati. 

Hahahaha. Kutertawa dalam hati. Betapa tidak, liriknya lagunya justru ia tetap di share di social media. Itu sih namanya memang bukan mendua... tapi obral. Ahahhaa. 

Begini liriknya.


Saat hujan mulai turun
Ragu muncul malu-malu
Gemuruh langit membentak (hardik lamunku)
Tekadku bulat jemput kamu

Jarak yang kutempuh
Waktu yang kurengkuh
Tak sebanding tegur suaramu

Ya Tuhan tolong aku bicara padanya
Hatinya bukanlah seperti piala
Ya Tuhan ingatkan diriku tentangnya
Si dia yang cantik adalah anakMu

Saat hujan mulai turun
Tetap kupacu motorku
Mantel hujan belum ada (karna pesan online)

Pantang mundur demi janji


Setelah selesai memoles hasil karyanya dia pun menanyakan pendapatku. 'Not bad.' jawabku singkat. 

Untuk lagu ini, dia telah mengabaikan ajakan nonton bioskop dari teman-temannya yang peduli akan kisah asmaranya. Lalu, juga menolak rayuan kasur empuk untuk berleha-leha sore. Bahkan, dia dengan konyolnya mengambil resiko ditegur penjaga kos karena saat dia mencoba bernyanyi sambil merekam suaranya saat itu suara adzan belum selesai. 

Pinggirka semua fakta itu. Dia pun berhasil merampungkan lagu dan rekamannya. Itu pun setelah memakan waktu hampir sekitar 4 jam, mulai dari menulis lirik, merekam hingga posting ke internet. 

'Apalah arti sebuah karya apabila tidak ada kegunaannya?', tegurku kepadanya ketika ku lihat dia  tak berhenti nyengir melihat karyanya terpampang di halaman pribadi akun sosial medianya.

Dia mendegar teguranku. Mengambil waktu untuk berdiam lalu dia pun menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tidak berhenti tersenyum. Ia mengatupkan kedua tangannya, lalu menatapku dan berkata 'Ini soal talenta bro. Tuhan sudah kasih kita talenta dan sekarang kita punya tugas ialah untuk menggunakannya biar berkembang,bro!' 

Ahahah.. ini senjata andalannya dia. Ujung-ujungnya selalu bawa-bawa Sang Maha Pencipta. Aku menyerah dan berhenti mengkritisi dia. Lagipulan liriknya sudah menarik karena alasan yang sederhana. Karena ia ditulis dengan tulus dari dalam hati dan kebetulan beberapa saat yang lalu memang lagi hujan.

Kami bersahabat sejak kecil. Aku hanya berharap dan ingin pastikan hidupnya bisa sama menariknya dengan isi karyanya. Aku tidak ingin dia hanya hidup menyendiri bersama kucing mitos yang ada di dalam kepalanya.

Aku pun mengundurkan diri dan kembali pada kesibukan. Kembali kepada anda.

Oia..sampai di mana tadi..?? Hm.. enaknya ngapain saat hujan? benar kan?? Well.. teman-teman hujannya sudah reda.  Gimana kalau kita lanjutkan diskusinya lain kali? Lalu lain kalinya juga dengan topik yang berbeda?

Setuju?