Menurut kamu apa bagian yang paling menarik dalam frase ‘pulang
kampung’ jika frase ini dipecah menjadi dua kata? “Pulang” atau “kampung?” Buatku
bagian yang paling menarik adalah kata “pulang”. Aku adalah anak rantau. Asalku
dari Gunungsitoli, Nias. Tentunya kalau pulang kampung ya pasti pulang kembali
ke Gunungsitoli dong, hehe.
Aku pertamakali merantau di tahun 2004. Tujuannya adalah
untuk kuliah di Medan. Setahun pertama aku tidak bisa merasakan yang namanya
pulang kampung. Maklum saat itu tekad untuk mandiri sudah membaja di dalam hatiku
sebagai orang muda. Tetapi di masa yang bersamaan dompet kesayanganku masih tetap
gagal tebal. Yah.. curcol deh… hahaha. Ketidakmampuan ini terus berlanjut
hingga awal tahun 2007. Kesempatan yang lama dinanti itu pun datang. Pikirku
saat itu “Ah..akhirnya, aku nggak kalah seperti teman-teman yang lain”. Sejak saat itu aku pun menjadi rutin pulang kampung. Minimal sekali dalam dua tahun.
Tahun lalu untuk pertama kalinya dalam hidupku aku berhasil
pulang kampung sebanyak dua kali di tahun yang sama! Di banding 13 tahun lalu, sekarang aku memang jauh lebih tua. Tapi
untungnya penghasilanku masih belum merenta. Saat ini aku bekerja di kantor yang ramah.
Gajiku ditakar secukupnya oleh pihak HRD dan supervisorku sehingga aku tetap bisa menabung. Cutiku juga bisa
diatur jadwalnya sehingga selama perjalanan aku bisa benar-benar bebas dari urusan kantor.
Hehe.. You know what.. Tuhan itu baik! Baik....banget!! Pulang kampung atau nggak pulang
kampung, Tuhan itu baik. Dia membuat semunya indah pada waktuNya. Sekarangpun aku bisa menulis, itu semata karena kebaikan Tuhan. Karena itu, aku tidak ragu untuk merangkai tulisan ini.
Bagiku makna kata pulang yang dipadu dengan pengalamanku dari
pulang kampung di tahun 2007 dan 2016 lalu telah memberikan ku beberapa
nilai kehidupan yang sangat praktis. Aku ingin membagikannya kepada teman-teman semua sekedar
untuk bertukar pikiran. Soalnya kalau bertukar cincin bisa runyam urusannya.
Hehe. Semoga berkenan ya.
“Bro, Tuhan tahu kok sukacita lo itu segede apa soal pulang
kampung. Dan Dia juga senang banget kok liat lo sukacita. Nah… sekarang fokus
dong nulisnya.. Nyengir mulu!!”.
Belum sempat aku selesai menulis, tiba-tiba Gonde mengejutkanku
dengan cipratan air yang mengenai mataku. Ternyata dia memperhatikanku sedari tadi dengan seksama. Aku memang membuat blog ini dengan meminjam
laptonya sahabatku itu. Untung dia cukup sabar soalnya dia sedari tadi sudah antri untuk bisa memakai laptopnya sendiri. What a friend!
Dia kembali asik mendengar musik dengan headsetnya
sementara aku pun kembali meletakkan jari-jemariku di atas keyboard siap
mengetik lagi. “Thanks buddy!”, ucapku singkat.
Here we go!
Poin pertama yang ingin aku tegaskan adalah pulang itu
menyenangkan tapi jadi kampungan itu tidak! Perjalanan karirku telah membawaku
dari kota ke kota lain dan dari desa/dusun ke desa/dusun yang lain. Aku belajar
bahwa tidak ada orang yang suka disebut kampungan. Seakan-akan semua orang
telah mengkerdilkan makna kampung dan semua nilai-nilai yang ada di dalamnya. Bahkan
orang-orang yang lahir, besar dan hidupnya juga masih tinggal di kampung tidak
suka disebut kampungan.
Namun ajaib bila kata kampung itu kita sandingkan dengan
kata pulang sehingga menjelma menjadi ‘pulang kampung’, sekonyong-konyong derajat
kampung itupun sekejap membumbung tinggi. Anggun, agung dan luhur. Ada suatu
daya tarik seperti magnet yang bisa membuat orang lain yang mendengarnya menjadi
jadi iri hati atau bahkan ikutan ingin pulang kampung. Mungkin itu naluri di
mana semua batin makhluk hidup merasa nyaman dengan kata pulang.
So, kalau kamu pulang kampung, pastikan kamu bisa menikmati makna pulang dengan maksimal ya. Kalau tidak, bisa-bisa kamu hanya akan tejebak berada
di kampung.
Berikutnya, pulang kampung tanpa nostalgia itu hambar. Coba
bayangkan. Kamu bernostalgia dengan para mantan di kampung halaman.
Menyenangkan nggak? Hehe.. tergantung sih ya. Tapi masa iya nostalgia hanya
diartikan sesempit itu.
Buatku nostalgia itu ibarat makan mie instant dengan
merek dan produk yang sama. Rasanya tidak berganti. Tetap sama. Tapi nikmatnya meresap sampai ke hati. Asik kan?
Nostalgia itu pengulangan. Pengulangan hal-hal menyenangkan yang kita ketahui dari masa lalu. Hal ini bisa berupa interaksi dengan
orang lain atau juga saat-saat menyendiri atau pun ketika kamu bisa terhubung
dengan objek-objek menyenangkan dari masa lalu. Mengapa masa lalu? Iya dong.
Kalau hubungannya ke masa depan, namanya investasi dong. Hehe
Karena alasan ini, bagi beberapa orang, duduk di depan TV
pada saat pulang kampung tetap bisa terasa sangat menyenangkan. Sama menyenangkannya
dengan duduk melihat garis pantai di kala senja bagi orang lain yang menyukai
interaksi dengan alam. Tidak heran untuk beberapa orang pulang kampung itu
justru terasa berat. Sederhananya ialah karena orang tersebut tidak merasa memiliki
kenangan menyenangkan dengan tempat yang ia sebut kampung tersebut. Hehe… kalau
menurut kamu gimana?
Poin terakhir yang aku bagikan lebih merupakan fakta
observasi. People change. Full stop.
Seiring waktu, kamu dan semua orang pasti
berubah. Alasannya adalah respon kita terhadap tanggungjawab hidup. Tanggungjawab akan membawa perubahan yang jelas di dalam diri setiap orang. Semakin banyak tanggungjawab di dalam hidup seseorang maka seharusnya kita akan melihat banyak perubahan di sana-sini. Minimal
di dalam kepribadian seseorang yang kemudian akan bersampak pada kondisi kampung tersebut.
Memaksakan kehendak agar orang-orang atau lingkungan di sekitar
kita untuk terus menerus berada di dalam suasana nostalgia karena keberadaan
kita, menurut aku itu jelas bukan hal yang baik. Di samping karena akan
menuntut biaya dan energi yang besar, hal itu juga akan menyita waktu banyak
orang.
Satu-satunya cara agar skenario itu dapat berjalan dengan
baik ialah jika aktifitas pulang kampung ini disulap menjadi kegiatan komersil atau bisnis.
Hehe.. selama dapat memberi manfaat untuk semua orang dan tidak ada pihak yang
dirugikan; semua orang setuju dan bahagia... well go on..
Wah… kok jadi rumit ya?? Hehe.. agar tidak terjebak dalam
arus nostalgia sambil tetap bisa menikmati suasana pulang yang menyenangkan di kampung halaman,
pastikan kamu punya daftar tujuan atau hal-hal yang ingin kamu lakukan serta orang-orang yang ingin kamu jumpai selama pulang kampung. Lakukan persiapan dan
koordinasi dan kemudian gerakkan rencana kamu agar terlakasana. Fokus pada
prioritas kamu. Selanjutnya, Tuhan pasti akan membawamu ke dalam
kejadian-kejadian seru yang tidak kamu harapkan sebelumnya. Aku menyebutnya seni pulang kampung.
Aku kalo pulang ke Medan tidur ajalah. Rumah mamak adalah tujuan untuk kembali. Asik juga nih kalau sekali kali ke Gunung Sitoli.
BalasHapusNostalgia d kasur idaman... Ehehe.. Mantaplah itu.. :)
Hapussiap.. Bisa d kondisikanlah kalau k gunungsitoliny.. :) thanks sdh mampir blog y :)
Iya setuju.. Pulang kampung jangan sekadar bernostalgia tapi manfaatkan yang lebih baik dari itu. Misalnya bertandang ke rumah kawan-kawan lama, pasti seruuu
BalasHapussetujuh mbak :)
HapusTulisanmu mengingatkanku akan tulisanku tentang pulang kampung juga.
BalasHapusPulang kampung memang selalu memberikan cerita baru dan ingatan akan cerita lama yang akhirnya menjadi cerita baru juga.
Semangat terus menulisnya, Fir.
Trims Kak sudah datang berkunjung :) pasti dilanjutkan kak.. ehehe
Hapus